Hidup di jaman eraglobalisasi dan persaingan bebas cenderung membuat sebagaian orang menjadi kurang sabar dalam menerima kenyataa hidup. Dan banyak orang yang tidak siap menghadapi masalah yang membebani kehidupan mereka, baik masalah keluarga, ekonomi, sosial dan bahkan ada yang tidak siap menerima ketika di putuskan cinta. Semua itu dapat berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa kita. Tidak jarang di antara mereka jiwanya terganggu. Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan di pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa. Peningkatan angka penderita gangguan jiwa akan terus menjadi masalah dan tantangan bagi kita semua teutama tenaga kesehatan. Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat diharapkan untuk mengatasi hal tersebut, mayoritas pasen yang mengalami gangguan jiwa, seperti perilaku kekerasan,halusinasi, isolasi sosial. Kondisi ini tentu perlu adanya suatu upaya dan penanganan untuk mengatasi persoalan ini. Upaya tersebuts alah satunya dapat dilakukan dengan usaha psikoterapi.Salah satu psikoterapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala yangditimbulkan pasien gangguan jiwa adalah terapi aktivitas kelompok, terapi aktivitas kelompok adalah metode pengobatan untuk penderita gangguan jiwa yang dilakukan dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu.
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa
(psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah
ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang
terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan. Komunikasi
terapeutik pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah sangatlah penting
karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami
gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik dari segi
mental atau kejiwaannya.
Gangguan jiwa merupakan
masalah yang serius,
penting dan berbahaya karena
dapat menyangkut keselamatan dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain,
bahkan hingga ke pemerintahan sekalipun. Di negara berkembang
seperti Indonesia bertambahnya
atau semakin tinggi jumlah klien dengan gangguan jiwa karena berlatar belakang dari
dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI, 2008)
gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya
gangguan jiwa Psikotik/Skizofrenia, tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) juga menjadi masalah kesehatan
jiwa. Prevalensi penderita Skizofrenia di
Indonesia adalah 0,3% sampai 1%, dan terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun,
terdapat juga beberapa penderita yang mengalami pada umur 11-12 tahun. Apabila
penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita
Skizofrenia.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa-III
(PPDGJIII) Skizofrenia merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh bermacam
penyebab yang ditandai dengan penyimpangan pikiran dan persepsi serta afek yang
tidak wajar. Pasien dengan diagnosis Skizofrenia akan mengalami kemunduran
dalam kehidupan sehari-hari, hal ini ditandai dengan hilangnya motivasi dan
tanggung jawab. Selain itu pasien cenderung apatis, menghindari kegiatan dan
mengalami gangguan dalam penampilan. Pasien Skizofrenia akan mengalami gangguan
dalam memenuhi tuntutan hidup sehari-hari seperti kebersihan diri. Pemenuhan
kebutuhan dasar ini pada penderita gangguan jiwa tidak begitu diperhatikan,
padahal apabila pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya kebersihan diri tidak
terpenuhi dengan baik maka fungsi kehidupan manusia akan terganggu.
Salah satu tanda dan gejala dari skizofrenia adalah
terjadinya halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering terjadi
dari gangguan persepsi, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai tergangguanya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi
yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or
sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman
(Olvactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes). Dampak dari halusinasi adalah pasien
sulit berespon terhadap emosi, perilaku pasien menjadi tidak terkendali, dan
akhirnya pasien mengalami isolasi social karena tidak mampu bersosialisasi
dengan orang lain.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai keadaan fisik, mental, dan sosial bukan
semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan
bahwa kesehatan jiwa sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan
sekedar keadaan tanpa penyakit tapi sehat mental dan sosial (Buchanan &
Carpenter, 2000). Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah
gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang
sangat serius, bahkan berdasarkan data dari
Study world Bank
di beberapa negara
menunjukkan 8,1% dari kesehatan
global masyarakat(Global Burden
Disease) disebabkan oleh masalah gangguan
jiwa yang menunjukkan dampak
lebih besar dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), jantung (4,4%) dan malaria (2,6%) (AzrulAzwar, 2005).
WHO menyebutkan tidak kurang dari 450 juta
penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia (Gemari, 2009). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan terhadap
masyarakat di negara
Asia Timur menunjukan
adanya peningkatan jumlah pasien
dengan psikiatri syaraf. Pada waktu bersamaan kemiskinan dan tidak adanya akses
kepada asuransi kesehatan membuat masalah ini makin parah.
Penderita
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa diharapkan pada akhirnya akan
dapat kembali ke tengah keluarga dan masyarakat untuk dapat berperan seperti
semula. Untuk itu telah dilakukan berbagai usaha untuk mengurangi kronisitas
atau kekambuhan gangguan jiwa, mengurangi akibat yang ditimbulkannya serta
stigma yang berkembang di masyarakat, baik yang bersifat promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Usaha-usaha tersebut dalam kesehatan jiwa termasuk
dalam Tri Upaya Bina Jiwa yang meliputi pencegahan gangguan jiwa, peningkatan
kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan serta rehabilitasi pasien gangguan
jiwa. Pelayanan terapi terhadap penderita gangguan jiwa saat ini sudah sangat
maju, oleh karena obat-obatan psikotropika modern sebagai terapi baku sudah
tersebar luas dalam pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Apabila
seseorang pasien gangguan jiwa secara cepat dan tepat memperoleh terapi baku
(Psikofarma) maka akan cepat pula mencapai kondisi tenang, hal ini berarti
perilaku patologi sementara teratasi. Pada waktu pasien tersebut tenang belum
berarti pasien telah mencapai kesembuhan, karena justru kondisi tenang ini
merupakan saat yang rawan apabila tidak segera memperoleh pelayanan alternative
terapi sebagai terapi penunjang dari terapi baku yang telah berhasil.
Akhir-akhir ini dalam penanganan pasien gangguan jiwa ada kecenderungan untuk
mengkonsepsikan sebagai masalah yang bersifat hubungan antar pribadi dan
sosial. Oleh karena itu, pendekatan terhadap kelompok menjadi lebih bermanfaat
dalam menagangani masalah klinik maupun pribadi. Ada berbagai pendekatan
kelompok, misalnya bimbingan kelompok, konseling kelompok, kelompok pelatihan,
kelompok pendukung, dan juga terapi kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok sangat
penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien dengan halusinasi,
khususnya halusinasi pendengaran. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi
yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama
lain yang dipimpin atau arahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Seseorang dengan gangguan jiwa yang dirawat di suatu rumah
sakit jiwa membutuhkan perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat di
atasi. Seorang perawat dituntut mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan permasalahan yang dialami pasien. Dalam pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok dibutuhkan jumlah tenaga
kesehatan yang cukup untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.
Penelitian tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sering
dilakukan di rumah sakit jiwa, padahal penderita gangguan jiwa tidak hanya
berada di rumah sakit jiwa saja, tetapi juga di dalam komunitas/masyarakat.
Menurut petugas kesehatan yang ada di unit rehabilitasi diperoleh keterangan,
yaitu terdapat jadwal pelaksanaan terapi aktivitas kelompok yang dilakukan,
meskipun tidak rutin dilaksanakan. Ada beberapa faktor-faktor yang berperan
dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok tersebut, diantaranya faktor
manajemen rumah sakit, faktor perawat, faktor pasien, dan faktor lingkungan. Manajemen
dapat diartikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan,
menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing),
pengarahan (directing), kepemimpinan (leading), serta pengawasan (controlling).
Seorang manajer keperawatan menyelenggarakan fungsi-fungsi manajemen ini untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. ( Sumber Dari Berbagai Media )
Penulis adalah pendamping pasen jiwa di
lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar