Kesetiakawanan Putra Sam'ba Putra Sampih Banjar

KESETIAKAWANAN SOSIAL PUTRA SAM'BA PUTRA SAMPIH BANJAR Peduli Terhadap Sesama Call 081394315190

Selasa, 17 Desember 2013

Penyebab Terjadinya Gangguan Jiwa



Hidup di jaman eraglobalisasi dan persaingan bebas cenderung membuat sebagaian orang menjadi kurang sabar dalam menerima kenyataa hidup. Dan banyak orang yang tidak siap menghadapi masalah  yang membebani kehidupan mereka, baik masalah keluarga, ekonomi, sosial dan bahkan ada yang tidak siap menerima ketika di putuskan cinta. Semua itu dapat berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa kita. Tidak jarang di antara mereka jiwanya terganggu. Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan di pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa. Peningkatan angka penderita gangguan jiwa akan terus menjadi masalah dan tantangan bagi kita semua teutama tenaga kesehatan. Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat diharapkan untuk mengatasi hal tersebut, mayoritas pasen yang mengalami gangguan jiwa, seperti perilaku kekerasan,halusinasi, isolasi sosial. Kondisi ini tentu perlu adanya suatu upaya dan penanganan untuk mengatasi persoalan ini. Upaya tersebuts alah satunya dapat dilakukan dengan usaha psikoterapi.Salah satu psikoterapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala yangditimbulkan pasien gangguan jiwa adalah terapi aktivitas kelompok, terapi aktivitas kelompok adalah metode pengobatan untuk penderita gangguan jiwa yang dilakukan dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu.

Gangguan jiwa  adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan. Komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa dari berbagai masalah sangatlah penting karena pasien tersebut berbeda dari pasien biasanya. Pasien yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan asuhan keperawatan yang sangat spesifik dari segi mental atau kejiwaannya.
Gangguan  jiwa  merupakan  masalah  yang  serius,  penting  dan berbahaya karena dapat menyangkut keselamatan dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan hingga ke pemerintahan sekalipun. Di negara  berkembang  seperti  Indonesia  bertambahnya  atau  semakin  tinggi jumlah klien dengan  gangguan jiwa karena berlatar belakang dari dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI, 2008) gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan jiwa Psikotik/Skizofrenia, tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) juga menjadi masalah kesehatan jiwa. Prevalensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3% sampai 1%, dan terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun, terdapat juga beberapa penderita yang mengalami pada umur 11-12 tahun. Apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita Skizofrenia.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa-III (PPDGJIII) Skizofrenia merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh bermacam penyebab yang ditandai dengan penyimpangan pikiran dan persepsi serta afek yang tidak wajar. Pasien dengan diagnosis Skizofrenia akan mengalami kemunduran dalam kehidupan sehari-hari, hal ini ditandai dengan hilangnya motivasi dan tanggung jawab. Selain itu pasien cenderung apatis, menghindari kegiatan dan mengalami gangguan dalam penampilan. Pasien Skizofrenia akan mengalami gangguan dalam memenuhi tuntutan hidup sehari-hari seperti kebersihan diri. Pemenuhan kebutuhan dasar ini pada penderita gangguan jiwa tidak begitu diperhatikan, padahal apabila pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya kebersihan diri tidak terpenuhi dengan baik maka fungsi kehidupan manusia akan terganggu.
Salah satu tanda dan gejala dari skizofrenia adalah terjadinya halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering terjadi dari gangguan persepsi, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai tergangguanya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olvactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing  tastes). Dampak dari halusinasi adalah pasien sulit berespon terhadap emosi, perilaku pasien menjadi tidak terkendali, dan akhirnya pasien mengalami isolasi social karena tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
            Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai keadaan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan bahwa kesehatan jiwa sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit tapi sehat mental dan sosial (Buchanan & Carpenter, 2000). Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari  Study  world  Bank  di  beberapa  negara  menunjukkan 8,1%  dari  kesehatan  global masyarakat(Global Burden  Disease)  disebabkan  oleh  masalah  gangguan  jiwa  yang menunjukkan dampak lebih besar dari TBC  (7,2%), kanker  (5,8%), jantung  (4,4%) dan malaria (2,6%) (AzrulAzwar, 2005). WHO menyebutkan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia (Gemari, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap  masyarakat  di  negara  Asia  Timur  menunjukan  adanya  peningkatan jumlah pasien dengan psikiatri syaraf. Pada waktu bersamaan kemiskinan dan tidak adanya akses kepada asuransi kesehatan membuat masalah ini makin parah.
Penderita gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa diharapkan pada akhirnya akan dapat kembali ke tengah keluarga dan masyarakat untuk dapat berperan seperti semula. Untuk itu telah dilakukan berbagai usaha untuk mengurangi kronisitas atau kekambuhan gangguan jiwa, mengurangi akibat yang ditimbulkannya serta stigma yang berkembang di masyarakat, baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Usaha-usaha tersebut dalam kesehatan jiwa termasuk dalam Tri Upaya Bina Jiwa yang meliputi pencegahan gangguan jiwa, peningkatan kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan serta rehabilitasi pasien gangguan jiwa. Pelayanan terapi terhadap penderita gangguan jiwa saat ini sudah sangat maju, oleh karena obat-obatan psikotropika modern sebagai terapi baku sudah tersebar luas dalam pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Apabila seseorang pasien gangguan jiwa secara cepat dan tepat memperoleh terapi baku (Psikofarma) maka akan cepat pula mencapai kondisi tenang, hal ini berarti perilaku patologi sementara teratasi. Pada waktu pasien tersebut tenang belum berarti pasien telah mencapai kesembuhan, karena justru kondisi tenang ini merupakan saat yang rawan apabila tidak segera memperoleh pelayanan alternative terapi sebagai terapi penunjang dari terapi baku yang telah berhasil. Akhir-akhir ini dalam penanganan pasien gangguan jiwa ada kecenderungan untuk mengkonsepsikan sebagai masalah yang bersifat hubungan antar pribadi dan sosial. Oleh karena itu, pendekatan terhadap kelompok menjadi lebih bermanfaat dalam menagangani masalah klinik maupun pribadi. Ada berbagai pendekatan kelompok, misalnya bimbingan kelompok, konseling kelompok, kelompok pelatihan, kelompok pendukung, dan juga terapi kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien dengan halusinasi, khususnya halusinasi pendengaran. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau arahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Seseorang dengan gangguan jiwa yang dirawat di suatu rumah sakit jiwa membutuhkan perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat di atasi. Seorang perawat dituntut mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan permasalahan yang dialami pasien. Dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok dibutuhkan  jumlah tenaga kesehatan yang cukup untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.
Penelitian tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sering dilakukan di rumah sakit jiwa, padahal penderita gangguan jiwa tidak hanya berada di rumah sakit jiwa saja, tetapi juga di dalam komunitas/masyarakat. Menurut petugas kesehatan yang ada di unit rehabilitasi diperoleh keterangan, yaitu terdapat jadwal pelaksanaan terapi aktivitas kelompok yang dilakukan, meskipun tidak rutin dilaksanakan. Ada beberapa faktor-faktor yang berperan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok tersebut, diantaranya faktor manajemen rumah sakit, faktor perawat, faktor pasien, dan faktor lingkungan. Manajemen dapat diartikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan  pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan (directing), kepemimpinan (leading), serta pengawasan (controlling). Seorang manajer keperawatan menyelenggarakan fungsi-fungsi manajemen ini untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. ( Sumber Dari Berbagai Media )

Penulis adalah pendamping pasen jiwa di lingkungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar