ASALAMMUALAIKUM WR WB .
Para pembaca yang di muliakan
KEMATIAN suatu kata yang tidak asing ditelinga kita, akan tetapi dapat
menggetarkan hati setiap insan yang bernyawa, Mengapa .??? Karna kematian
merupakan suatu KENISCAYAAN yang akan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa
, Entah dia seorang kaya atau seorang yang miskin entah dia seorang yang muda
atau yang tua entahh dia seorang pejabat tinggi maupun rakyat kecil . PASTI
akan mengalami kematian .
Berkenaan
dengan ini Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Imran ayat 185 yang
artinya :
@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#s ÏNöqpRùQ$# 3 $yJ¯RÎ)ur cöq©ùuqè? öNà2uqã_é& tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# ( `yJsù yyÌômã Ç`tã Í$¨Y9$# @Åz÷é&ur sp¨Yyfø9$# ôs)sù y$sù 3 $tBur äo4quyÛø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$#
"
Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian dan
sesungguhnya semua amalan akan disempurnakan diakhirat nanti ". Berkenaan
dengan ayat diatas tadi jelas sekali
bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian .
Ada suatu riwayat,
suatu ketika Rasul SAW ditanya oleh salah seorang sahabat :
" Ya Rasulullah ketika engkau telah tiada maka kepada
siapa lagi hamba meminta NASEHAT . Rasul SAW menjawab: Wahai sahabat
sesungguhnya aku telah meninggalkan 2 NASEHAT kepada kamu : Nasehat yang
pertama adalah nasehat yang berbicara dan nasehat yang kedua adalah nasehat
yang diam .Lalu sahabat kemudian bertanya lagi kepada Rasul Saw . : ya..
Rasulullah apakah nasehat Berbicara
itu ya Rasul dan apakah nasehat yang diam itu ya.. Rasulullah. Rasulullah
kemudian menjawab : wahai sahabat wahai sahabatku nasehat yang berbicara itu
ialah Al-Quran dan yang diam itu adalah kematian .
Rasulullah SAW pernah ditanya oleh salah seorang sahabat , ya
Rasulullah siapakah orang yang paling berakal dan siapakah orang yang paling
bijaksana .? .Rasulullah SAW menjawab, “Orang yang paling
berakal adalah orang yang paling banyak mengingat kematian. Sementara orang
yang paling bijaksana adalah orang yang paling baik persiapannya. Dia akan
mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat.”
Hadirin yang berbahagia kematian merupakan universitas
terbaik dalam kehidupan kita , Mengapa ...??? . Karna seperti kita ketahui bersama bahwa kita sering
diperhadap dengan suatu kejadian yang berkaitan dengan kematian . Ketika kita
sama-sama memandinkan mayat , menyolati
mayat , mengkafani simayat , dan mengantarkan mayat sampai di tempat
peristiraharan terakhirnya . Dann kita tidak pernah akan mengetahui kapan
giliran kita selanjutnya akan dipanggil . mungkin tahun ini , bulan ini , dan
bahkan besok pun kita tidak pernah akan mengetahui kapan giliran kita
selanjutnya akan dipanggil . Berikut ini sedikit nasehat yang ingin disampaikan
oleh guru kematian diantaranya .
1. Kematian mengingatkan bahwa waktu
sangat berharga Tak ada satu buat
seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain
kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia
ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan
menjemputnya. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia
sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun
waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam
surah Al-Anbiya ayat 1, "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala
amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling
(daripadanya)." Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di
depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, "Ya Allah,
mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan."
Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang
tanpa ada perundingan. Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44,
"Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu
itu) dating azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan
kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan
mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul…."
2. Kematian mengingatkan bahwa kita
bukan siapa-siapa Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas
sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran
yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan.
Semua kembali kepada peran yang sebenarnya. Lalu, masih kurang patutkah kita
dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang
kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir. Sebagus-bagusnya
peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga
ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan
sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk
selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan
kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran. Teramat naif
kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang
kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naïf kalau ada manusia yang
merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir.
Dan akhir itu semua adalah kematian.
3. Kematian mengingatkan bahwa kita tak
memiliki apa-apa Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun
yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya
atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama
bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu. Itu pun masih bagus. Karena, kita
terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu,
masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih
keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan
kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama
sesuatu yang tak berharga. Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya
hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu,
dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa.
Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun
berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.
4. Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara Kejayaan
dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa
ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada
dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan
saat ini. Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban,
tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa,
segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak
jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
5. Kematian mengingatkan bahwa hidup
begitu berharga Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa
tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang
pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan
menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia
tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan. Mungkin, inilah maksud
ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, "Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…"
dengan menyebut, "Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah." (Dunia adalah ladang
buat akhirat).
Ingat hadirin kematian itu begitu dekat dan sangatlah dekat .
Maka dari itu saya mengingatkan kepada seluruh hadirn marilah kita jadikan
kematian sebagai guru terbaik kita agar kelak datang waktunya kita dipanggil
kita telah siap untuk menghadapnya . Rasul SAW bersabda : cukuplah kematian itu
menjadi nasehat . WASALAM
( sumber dari berbagai
media )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar