KEPEMIMPINAN DAN PENDAMPING DESA
Pekerjaan penting dari Implementasi Undang-undang Desa adalah menyediakan pendamping Desa yang mampu melakukan kerja-kerja pemberdayaan di masyarakat. Pendampingan Desa akan menentukan sejauh mana transformasi dari Desa lama menjadi Desa baru sesuai UU Desa tersebut sukses.
Cakupan kegiatan pendampingan Desa yang diharapkan setidaknya menyangkut dua (2) hal, yaitu pengembangan kapasitas teknokratis dan pendidikan politik.
Pengembangan Kapasitas
Mencakup pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap para pelaku Desa dalam hal pengelolaan perencanaan, penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya.
Pendidikan politik
Cita-cita besar dari pendampingan Desa adalah terwujudnya masyarakat yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Pendampingan ini merupakan sarana kaderisasi pada masyarakat lokal Desa agar mampu menjadi penggerak pembangunan dan demokratisasi Desa. Kaderisasi dilakukan dengan melakukan pendidikan, pelatihan dan membuka ruang-ruang publik serta akses perjuangan politik untuk kepentingan masyarakat. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian perebutan kekuasaan melainkan penguatan pengetahuan dan kesadaran akan hak, kepentingan dan kekuasaan mereka, dan organisasi mereka merupakan kekuatan representasi politik untuk berkontestasi mengakses arena dan sumberdaya Desa. Pendekatan pendampingan yang berorientasi politik ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem Desa menjadi lebih demokratis.
Salah satu capaian kaderisasi yang dilakukan oleh pendamping Desa adalah lahirnya Kepemimpinan lokal yang berbasis masyarakat, demokratis dan visioner. Pemimpin yang ideal yang mampu membawa masyarakat dan Desanya mencapai kesejahteraan, senantiasa melayani masyarakat selama 24 jam, serta mengedepankan prakarsa masyarakat. Pendampingan Desa diarahkan untuk mengisi “ruang- ruang kosong” baik secara vertikal maupun horizontal. Mengisi ruang kosong identik dengan membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan “jembatan politik” (political bridging). Pada ranah Desa, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah Desa dan lembaga-lembaga Desa lainnya.
Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi antara Desa dengan pemerintah supra Desa. Karena itu pendamping adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi interaksi antara warga dengan lembaga-lembaga Desa maupun pemerintah Desa, agar bangunan Desa yang kolektif, inklusif dan demokratis. interaksi antara Desa dengan supraDesa juga perlu dibangun untuk memperkuat akses Desa ke atas, sekaligus memperkuat kemandirian dan kedaulatan Desa.
Ruang kosong horizontal biasanya berbentuk kerapatan sosial yang terlalu jauh antara kelompok-kelompok masyarakat yang terikat berdasarkan jalinan parokhial berdasarkan agama, suku, kekerabatan, golongan dan sebagainya. Ikatan sosial berbasis parokhial ini umumnya melemahkan kohesivitas sosial, mengurangi perhatian warga pada isu-isu publik, dan melemahkan tradisi berDesa. Karena itu ruang kosong horizontal itu perlu dirajut oleh para pendamping agar tradisi berDesa bisa tumbuh dan Desa bisa bertenaga secara sosial.
Pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh aktor- aktor lokal. Pendampingan secara fasilitatif dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahun- tahun, sebab akan menimbulkan ketergantungan yang tidak produktif. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif itu harus mampu menumbuhkan kader-kader lokal yang piawai tentang ihwal Desa, dan mereka lah yang akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Mereka memiliki spirit voluntaris, tetapi sebagai bentuk apresiasi, tidak ada salahnya kalau pemerintah Desa mengalokasikan insentif untuk para kader lokal itu.
Pendampingan melakukan intervensi secara utuh terhadap sistem Desa sebagai bagian dari membangun village driven development. Beragam aktor Desa serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan Desa bukanlah segmentasi yang berdiri sendiri, tetapi semuanya terikat dan terkonsolidasi dalam sistem Desa.
Sistem Desa yangdimaksudadalahkewenangan Desa, tata pemerintahan Desa, serta perencanaan dan penganggaran Desa yang semuanya mengarah pada pembangunan Desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal, beragam aktor diarahkan dan diikat dalam sistem Desa itu. Dengan kalimat lain, Desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan berpembangunan. Pola ini akan mengarah pada pembangunan yang digerakkan oleh Desa (village driven development), yang bersifat kolektif, inklusif, partisipatif, transparan dan akuntabel.
Kepala Desa sebagai pemimpin masyarakat di era pembaharuan Desa seperti sekarang ini akan merasa terbantu, beban dan tanggung jawab dalam pengelolaan pembangunan serta demokratisasi Desa berikut tanggung jawab menyiapkan bibit-bibit terbaik Desa, sebagian telah dikerjakan oleh Pendamping Desa.
Pendampingan Desa sebagaimana konsepsi diatas cakupan yang paling penting menyangkut pengembangan kapasitas teknokratik serta pendidikan politik yang berlangsung di Desa. Pemimpin Desa dengan beberapa tipe akan cenderung berbeda dalam menanggapi isu tersebut.
Pengembangan kapasitas teknokratik. Kepemimpinan regresif, Cenderung menolak pengembangan kapasitas teknokratik di Desa, sedang kan kepemimpinan konservatif-involutif, Pengembangan kapasitas hanya mengikuti arahan pemerintah kabupaten/ kota. Pendampingan untuk pengembangan kapasitas teknokratik diarahkan pada orang-orang tertentu yang patuh dan taat kepadanya. Pada kepemimpinan inovatif- progresif, pengembangan kapasitas teknokratik diarahkan kepada seluruh masyarakan, semakin banyak msyarakat yang paham akan memudahkan dirinya untuk berinovasi program pembangunan Desa.
Pendidikan Politik. Pada Kepemimpinan regresif, tidak menginginkan adanya pendidikan politik, bagi pemimpin ini semakin kritis serta berdaya akan mengancam kekuasaannya. Sedangkan, kepemimpinan konservatif- involutif, Khawatir jika semakin warga Desa kritis, kuat dan berdaya, maka Desa tidak lagi memperoleh dana dari pemerintah. Kekhawatiran yang lebih ekstrem muncul, bila Desa kuat akan membangkang kabupaten dan bahkan membahayakan NKRI. Sementara kepemimpinan inovatif-progresif menyambut baik pendidikan politik serta turut serta melakukan pendidikan serta membuka akses perjuangan politik untuk kepentingan masyarakat. Kesadaran untuk memunculkan kader-kader Desa yang potensial, demokratis, visioner dan akan membantu dirinya dalam melakukan percepatan menuju kesejahteraan Desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar