Karya
Tulis Perjalanan Wisata Ke jogjakarta
CANDI
BOROBUDUR
A. Sejarah Singkat Berdirinya Candi Borobudur
Banyak
sudah buku-buku yang menuliskan tentang Candi Borobudur akan tetapi kapan Candi
Borobudur didirikan tidaklah dapat diketahui dengan pasti. Namun demikian suatu
perkiraan dapat diperoleh dengan tulisan-tulisan singkat yang dipahatkan di
atas pigura-pigura relief huruf yang didapatkan (Karmawibhangga) menujukkan
sejenis huruf yang didapatkan pada prasasti-prasasti dari akhir abad ke-8
sampai awal abad ke-9. dari bukti-bukti kesimpulan tersebut bahwa Candi
Borobudur didirikan sekitar tahun 800 M.
Kesimpulan
tersebut ternyata sesuai dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya berada
di daerah Jawa Tengah. Periode antara abad ke-9 terkenal sebagai “Abad Emas
Wangsa Syailendra”. Kejayaan ini ditandai dengan dibangunnya sejumlah besar
candi-candi yang menggambarkan adanya semangat membangun yang luas biasa.
Candi-candi yang berada di lereng gunung kebanyakan berciri khas bangunan
Hindu. Sedangkan yang bertebaran di dataran-dataran adalah khas bangunan Budha,
tetapi juga sebagian khas Hindu.
B. Stupa
Ada dua macam stupa yaitu stupa induk
dan stupa berlubang.
a. Stupa
Induk
Stupa induk berukuran
lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai mahkota
dari seluruh monumen bangunan Candi Borobudur. Stupa induk mempunyai garis
tengah 9,90 m dan tinggi stupa sampai dengan bagian bawah pinakel 1 meter. Di
atas puncak dahulu diberi payung (chuma) bertingkat tiga (sekarang tidak ada
lagi). Stupa induk ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian
dalamnya. Di dalamnya terdapat ruang yang tidak berisi.
b. Stupa
Berlubang
Stupa berlubang atau
stupa berterawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar 1, 2, 3 dan
semuanya berjumlah 72 buah. Posisi mudra patung Budha di Candi Borobudur ada 5,
yaitu : Bumis, Parca Mudra, Abhava Mudra, Dhiani Mudra, Wara Mudra.
Dharma Cakra Mudra, stupa
berlubang ada 72 buah, yang terinci sebagai berikut :
- Teras bundar pertama terdapat : 32 stupa berlubang
- Teras bundar kedua terdapat : 24 stupa berlubang
- Teras bundar ketiga terdapat : 16 stupa berlubang
-
Jadi jumlahnya :
72 stupa berlubang
1) Jumlah
tingkatan yang ada di Candi Borobudur
Bangunan
Candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari angkasa
merupakan suatu bujur sangkar. Secara keseluruhan bangunan Candi Borobudur
terdiri dari 10 tingkat atau lantang yang masing-masing tingkat mempunyai
maksud tersendiri.
2)
Nama masing-masing tingkatan
- Kamadhatu
- Arupadhatu
- Rupadhatu
3)
Pengertian masing-masing tingkatan
- Kamadhatu
Sama
dengan alam bawah atau dunia hasrat atau nafsu dalam dunia ini manusia terikat
pada hasrat atau nafsu dan bahkan dikuasai oleh kemauan atau nafsu. Dalam dunia
ini digambarkan pada relief yang terdapat di kaki candi asli dimana relief
tersebut menggambarkan adegan dari kitab Karmawibhangga.
- Rupadhatu
Sama
dengan alam atas dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat ini manusia
telah meninggalkan segala hasrat atau nafsu tetapi masih terikat pada nama dan
rupa, bentuk dan wujud.
- Arupadhat
Sama
dengan alam atas dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat ini manusia
telah bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama-lamanya segala ikatan
kepada dunia fana.
C. Relief
Candi
Borobudur mempunyai relief (pahatan atau ukuran) yang sangat menarik. Telief
yang dipahatkan pada candi itu sangat lengkap dan panjang yang tidak pernah ditemui di tempat
lain bahkan di dunia sekalipun.
D. Kejayaan Budaya atau Seni Budaya
1.1 Kejayaan itu pada masa sejarah
Merupakan
lambang dari alam semesta atau dunia cosmos. Menurut ajaran Budha, alam semesta
dibagi menjadi unsur atau dharu dalam bahasa Sansekerta :
- Unsur nafsu
- Unsur wujud
- Unsur tak berwujud
1.2 Sumbangan Candi Borobudur bagi
perkembangan budaya
Candi Borobudur sangat
bermanfaat bagi siapa saja dan juga menyumbang untuk perkembangan budaya. Candi
Borobudur merupakan tempat wisata utama, sehingga banyak wisatawan domestik
maupun mancanegara. Kira-kira jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara + 2 juta setahun, jika pengunjung
yang datang ke Candi Borobudur banyak dan ramai sehingga memadati lokasi Candi
Borobudur.
1.3 Andil Candi Borobudur dalam
penerimaan pendapat devisa negara
Setelah pemugaran candi
selesai, baru ada gagasan untuk lebih mengembangkan Candi Borobudur dan wilayah
sekitarnya sehingga alam dapat mendukung keberadaan Candi Borobudur sebagai
tujuan wisata utama. Pemerintah membentuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di
bawah naungan Departemen Pariwisata, Pos dan Telkom. Tugasnya adalah mengelola
Candi Borobudur dan Candi Prambanan, tidak hanya dibidang-bidang seperti
kebudayaan, kepurbakalaan, pendidikan, ekonomi maupun pengembangan wilayah yang
bersangkutan.
1.4 Fungsi Candi Borobudur bagi wisatawan
domestik dan mancanegara
Candi Borobudur adalah
sebagai tempat tujuan wisata utama, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung
ke Candi Borobudur.
Adapun fungsi Candi Borobudur
sebagai berikut :
1.
Rekreasi
2.
Menambah ilmu pengetahuan
3.
Dan lain-lain
MESIUM
DIRGANTARA DJOGJA
Museum
ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini
banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah
perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama juga
terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan.
Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang yang digunakan
oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan
TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa
bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam
Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960
tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama,
pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya
berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri
Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima
Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan
kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang
dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara
maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April
1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan
Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana
Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan
berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai
peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan
TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi
Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978,
museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor
Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri
Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan
dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu
tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang
sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU
memutuskan untuk memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud
Adisucipto. Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk
dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember
1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti
sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan
dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat
Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984.
Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf
TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu
sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI
AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub
Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.
Bangunan,
Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang
digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
Koleksi,
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah,
antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat
miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api,
senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung
tokoh TNI Angkatan Udara.
Kebun Binatang Gembira Loka
Pintu
Gerbang Kebun Binatang Gembira Loka
Lokasi
di Indonesia
Informasi
tempat wisata
Lokasi Rejowinangun, Kotagede, Kota Yogyakarta, D.I.
Yogyakarta
Negara Indonesia
Koordinat 7°48′LS 110°23′BT
/ 7,8°LS
110,39°BT
Pengelola Yayasan Gembira Loka
Pembukaan 1933
Jenis
objek wisata Kebun binatang
Luas 20 hektare
Situs
Web www.gembiralokazoo.com
Fasilitas lihat di daftar fasilitas
Kebun
Binatang Gembira Loka adalah kebun binatang yang berada di Yogyakarta. Berisi
berbagai macam spesies dari belahan dunia, seperti orangutan, gajah asia,
simpanse, harimau, dan lain sebagainya. Kebun Binatang Gembira Loka menjadi
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan Yogyakarta. Gembira Loka Zoo sempat
rusak parah akibat gempa bumi yang mengguncang kota Yogyakarta tahun 2006.
Tetapi, setelah direnovasi Kebun Binatang Gembira Loka tetap dicari para
wisatawan.
Sejarah
Loka
artinya tempat, gembira ya gembira. Syahdan, hampir setengah abad yang lalu Sri
Sultan Hamengku Buwono IX mewujudkan keinginan pendahulunya untuk mengembangkan
‘Bonraja’ tempat memelihara satwa kelangenan raja menjadi suatu kebon binatang
publik. Maka didirikanlah Gembira Loka diatas lahan seluas 20 ha yang separonya
berupa hutan lindung. Disitu terdapat lebih dari 100 spesies satwa diantaranya
61 spesies flora.
Letaknya
di daerah aliran sungai Gajah Wong. Akses menuju Gembira Loka sangat mudah
dengan angkutan kota dan kendaraan. Pada awalnya dimulai dari beberapa hewan
macan tutul yang berhasil ditangkap penduduk setempat karena mengganggu desa
dan sebagian berasal dari lereng merapi yang hutannya terbakar akibat awan panas.
Gembira
Loka Zoo memiliki koleksi satwa yang cukup lengkap. Akhir-akhir ini, dikabarkan
bahwa GLZ sedang mengadakan kesepakatan dengan Singapore Zoo untuk pertukaran
hewan, yakni 6 ekor Pinguin Jackass. Gembira Loka Zoo selalu berusaha
memberikan yang terbaik demi kenyamanan pengunjung serta kelestarian alam.
Beberapa kali didengar bahwa gajah melahirkan, burung kakatua menetaskan
telurnya, serta kuda pacu melahirkan anaknya.
Satu
hal yang memprihatinkan adalah banyak kondisi satwa yang kurang terurus. Banyak
fasilitas yang seakan seadanya saja. Hal itu karena pendapatan dari tiket masuk
sangat kecil dari sedikitnya wisatawan yang berkunjung.
Namun,
sejak tahun 2010 Gembira Loka Zoo mulai merehabilitasi dan merekonstruksi kebun
binatangnya. Bahkan, sampai tahun 2012 ini sedang dalam proses pembuatan untuk
"Taman Burung" dan sedangkan untuk "Taman Reptil dan
Amfibi" sudah dalam tahap sentuhan akhir. Beberapa pedagang asongan pun
sudah mulai dibenahi, agar terkesan rapi dan bersih. Semenjak itu, GLZ mulai dikunjungi
pengunjung dengan jumlah yang lebih banyak.
Hewan
Kebun
Binatang Gembira Loka ini memiliki berbagai jenis spesies yang diadopsi dari
berbagai belahan dunia.Mamalia
1.
Gajah Sumatera
|
10.
Buaya Muara
|
|
2.
Harimau Sumatera
|
11.
Kura-kura Radiata
|
|
3.
Kuda Nil
|
12.
Kura-kura Terapin
|
|
4.
Rusa Tutul
|
13.
Kura-kura Sulkata
|
|
5.
Unta
|
14.
Kura-kura Kepala Ceri
|
|
6.
Simpanse
|
15.
Biawak Naga
|
|
7.
Orangutan
|
16.
Iaguana Merah
|
|
8.
Beruang Madu
|
17.
Kaiman Kerdil Cuvier
|
|
9.
Wallaby
|
18.
Siamang
|
|
Fasilitas
Sepeda Air
Kolam Tangkap
Perahu Engkol
Kereta Mini
Kapal Katamaran "Dugong"
Mayang Tirta
Toilet bersih
Free Wi-Fi Zone
ATV dan Arena Sepeda
Reptile and Amphibian Park
Bird Park
Laboraturium Gembira Loka (Museum)
Tempat sampah dan pohon rimbun untuk
berteduh
Sarana Ibadah (mushola) yang cukup
bersih
Pranala luar
KERATON YOGYAKARTA
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara
resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks
bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah
tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton
ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian
kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik
kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu
contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah
dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk
istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta)
yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton
merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan.
Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di
Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping
Kabupaten sleman.
Secara
fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan
Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki
berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan
bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat
lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika
nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
A. Tata Ruang Dan Arsitektur Umum
Arsitek
kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh
ilmuwan berkebangsaan Belanda – Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya
sebagai “arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan
desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua
Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan
kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak
sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang
dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921–1939).
Tata
Ruang
Dahulu
bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta
dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari
tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa
bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong
Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
Arsitektur
Umum
Secara
umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon
tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup
tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun
pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap
gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono.
Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis,
Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya
berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo
terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding
dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap
bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini
beratap seng dan bertiang besi.
Permukaan
atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta
tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau
hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang
lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna
senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur
Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad,
dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk
batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna
putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai
biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat
lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai
utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi
yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap
bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh
Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
B. Kompleks depan
Gladhag-Pangurakan
Gerbang
utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah
Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di
sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis.
Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga
atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman
pengasingan/pembuangan.
Versi
lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi,
dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara
Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini
sudah tidak ada. Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang
sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari
utara.
Di
selatan Gapura Pangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang
sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya
adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura
Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Lor.
Alun-alun
Lor
Alun-alun
Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu
tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang
cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur
bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja
yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk
umum.
Di
pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili
Moraceae) dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi
pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang
dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada
zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati/berjalan di
antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan
arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat Pisowanan Ageng sebagai
bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan
menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan
kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di
sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat
pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para
Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak
yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat
bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.
Pada
zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan
upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara
garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng,
dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang
juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar,
tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak
bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
Mesjid
Gedhe Kasultana
Kompleks
Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta
terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut
dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu
utama kompleks terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk
tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam
terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat
terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam
memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura.
Pada
zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi
masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat
lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi
dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi
terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang
hendak masuk masjid.
Di
depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah
utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya)
terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di
timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada
di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara
Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai
(KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di
barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang
digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara Sekaten di tahun Dal. Selain
itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah
utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
C. Kompleks inti
Kompleks
Pagelaran
Bangunan
utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat.
Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap
Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even
pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton.
Sepasang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat
Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan
perang di Alun-alun Lor.
Sepasang
Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat
Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari
Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan
sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan
pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton
dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian
selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih
Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan
Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh
Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.
Siti
Hinggil Ler
Di
selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti
Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi
kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah
Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua
jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan
Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus
fagiferus; famili Papilionaceae).
Di
kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal
Pacikeran yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai
sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang
putus. Bangunan Tarub Agung terletak tepat di ujung atas jenjang utara.
Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar
transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam istana. Di timur laut dan
barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas
abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan
permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.
Bangsal
Manguntur Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam
sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah
tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan
seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17
Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia
Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil. Lantai utama
bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi.
Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka
kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale
Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu
digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga
Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil
pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
Kamandhungan
Lor
Di
selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding
selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar,
Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di
sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang
ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu
dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks
dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben di sisi timur dan barat
kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen
dan Rotowijayan.
Kompleks
Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben
(Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada
ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu
(kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan
ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi
lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan
keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg
dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk
menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana.
Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat
ini.
Sri
Manganti
Kompleks
Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan
dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan
Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada
zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan.
Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat
musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan even
pariwisata keraton.
Bangsal
Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan
saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan
tempat ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk menempatkan
beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah
runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah.
Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun
2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.
Di
sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang
mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya
berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana.
Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan
Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan bangunan lainnya.
Kedhaton
Di
sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan
dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa
Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah
barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah
selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna.
Kompleks
kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan
dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks
ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian
pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian
selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan para
puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian putra-putra
Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk
umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di
bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke
timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai
upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat
sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk
latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng
Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini
merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka
Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan
(Regalia) lainnya.
Di
sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House)
sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta.
Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan
sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini
dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di
Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan
bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh
Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah
bangsal Kencana di sebelah selatannya.
Di
selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan
ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini
digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro. Bangunan lain di
bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong
Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain
sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca
sebagai museum Sultan HB IX.
Keputren
merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki
tempat khusus untuk beribada pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum
menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan
hingga sekarang. Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para
putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan,
Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang
dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran
Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh
Sultan.
Kamagangan
Di
sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan
kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena
di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang
menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun
terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang
sama.
Dahulu
kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem
Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang.
Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat
upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya
seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul
Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat.
Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di
sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini
digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara Garebeg.
Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu ke
jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di
sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks
Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat
jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua danau
buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini
terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi
kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
Kamandhungan Kidul
Di
ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah
gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan
kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki
ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks
Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini
konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang
pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta
III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol
Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara
kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut
dengan Pamengkang.
Siti
Hinggil Kidul
Arti
dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi.
Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad
terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul
kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan
sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.
Sisi
timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan
Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti
Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi
sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun kota
Yogyakarta.
Siti
Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para
prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat
menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan,
Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara
pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul
digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang
kulit, pameran, dan sebagainya.
D. Kompleks belakang
Alun-alun
Kidul
Alun-alun
Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta.
Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari
kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan
keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton. Alun-alun
ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di
sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara
gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandang guna
memelihara gajah milik Sultan.
Di
sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; famili
Anacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini
(Mangifera odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua
pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang (harfiah=capit
udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan
Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalan
Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.
Plengkung
Nirbaya
Plengkung
Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB
I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari
Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute
keluar untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah
tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
E. Bagian lain Keraton
Pracimosono
Kompleks
Pracimosono merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit
keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut
mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini
terletak di sebelah barat Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.
Roto
Wijayan
Kompleks
Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta
kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks
Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan
berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi.
Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya.
Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Kawasan
tertutup
Kompleks
Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton
tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini
tertutup untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan
oleh Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah
sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan
sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan. Lokasi ini tertutup untuk umum.
Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII. Lokasi yang berada di
sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dan
keluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.
F. Warisan Budaya
Selain
memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian
sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara
Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan.
Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan
dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak
asing.
Tumplak
Wajik
Upacara
tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri
oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang
diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan musik ansambel
lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu lainnya.
Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
Garebeg
Upacara
Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa
yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal
(bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari
tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan.
Sedekah
ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari
Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden
Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada
saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan
kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang
berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa
perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang
bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan
kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan
runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang
disebut Jodhang.
Gunungan
pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari
daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan
dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti
gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga
berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih
tumpul.
Kedua
gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu
yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena
secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang
dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan
dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada
Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka
yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada
kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden
kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu
buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri,
pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg
Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung
dan satu pareden kutug.
Sekaten
Sekaten
merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan
sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata
Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain.
Sekaten
dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di
depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan
Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh)
secara bergantian menandai perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau
wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang
logam (koin).
Setelah
itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir
upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama
sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah)
merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih
pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain
upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar
TAMAN PINTAR
A. Sebab-sebab
Didirikan Taman Pintar
Sebab-sebab didirikan Taman Pintar adalah untuk
menyediakan sarana-sarana ilmu pengetahuan yang lengkap dari mulai kebudayaan
sampai ilmu fisika dan untuk menjadikan Yogyakarta menjadi kota yang modern dan
terkenal dengan fasilitas ilmu pengetahuan yang memadai.
B.
Fasilitas yang Ada di Taman Pintar
Di Taman Pintar banyak terdapat fasilitas yang
sangat bermanfaat bagi semua orang terutama tentang pengetahuan.
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Taman Pintar antara lain :
-
Aquarium air tawar
|
-
Ruang game
|
-
Bioskop empat dimensi
|
-
Ruang gempa
|
-
Cara kerja
magnet
|
-
Ruang
komputer
|
-
Pome Area
|
-
Ruang puzzle balok
|
-
Melihat bumi
|
-
Ruang petualangan
|
-
Melihat
manusia purba
|
-
Ruang pertunjukan
|
-
Melihat
peta Yogyakarta pada computer
|
-
Ruang sains
|
-
Melihat
proses terjadinya tsunami
|
-
Ruang teknologi
|
-
Pra sejarah
|
-
Sejarah Kesultanan Yogyakarta
|
-
Ruang budaya dan religi
|
|
C. Manfaat Taman Pintar
1.
Bagi Dunia Pendidikan
Taman Pintar sangat bermanfaat
sekali terutama bagi dunia pendidikan. Karena dengan adanya Taman Pintar akan
menimbulkan gagasan-gagasan yang lebih kreatif dan dengan fasilitas tersebut
anak-anak di Indonesia khususnya di Yogyakarta lebih memilih belajar dan
bermain di Taman Pintar.
2.
Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan
Di Taman Pintar banyak sekali
hal-hal yang bermanfaat terutama pada bioskop empat dimensi. Di bioskop empat
dimensi anda bisa melihat hal yang tidak nyata seolah-olah anda berada
didalamnya.
3.
Bagi Dunia hiburan
Bukan hanya untuk pengetahuan saja,
Taman Pintar juga bisa dijadikan sebagai rekreasi sambil menambah ilmu
pengetahuan dan pasti anda tidak akan menyesal pernah berkunjung di Taman
Pintar
MALIOBORO
A. Perasaan Ketika Berada di Malioboro
Malioboro adalah
salah satu pusat perbelanjaan yang terletak di kota Yogyakarta. Di Malioboro
pun menjual berbagai jenis barang yang berkualitas dengan harga yang relatif
murah.
Penyusun pun merasa
senang ketika berada di Malioboro. Di samping itu, selain Malioboro menjual
berbagai jenis barang dengan harga yang relatif murah, di Malioboro juga sangat
ramai dan banyak wisatawan yang berdatangan.
Letaknya pun
strategis dengan pohon-pohon yang rindang di sekelilingnya.
B.
Kesan Ketika Berada di Malioboro
Malioboro
terkesan ramai. Karena sangat ramainya, jalan Malioboro sesak, karena dipenuhi
para pejalan kaki, pengendara motor. Itulah sebab Malioboro terkesan sumpek.
Yang
membuat Malioboro terkesan sumpek adalah pedagang eceran di pinggir jalan,
apalagi kalau hari libur, para pengunjung yang datang lebih banyak dibandingkan
hari-hari biasa. Para pengunjung pun selain datang untuk berlibur, mereka juga
membeli oleh-oleh sebagai cinderamata.
C. Aktivitas Ketika Berada di Malioboro
Di Malioboro
bermacam-macam aktivitas tapi paling banyak orang melakukan aktivitas berjualan
di pinggir-pinggir jalan.( sumber dari
berbagai media )